Hak-Hak Istri Atas Suami
Yang dimaksud Hak-Hak Pasangan hidup Atas Suami di dalam hal ini merupakan hak-hak
yang bersifat materi, seperti mahar dan nafkah, ataupun hak yang bersifat
non-materi. Di antara hak-hak tersebut ialah sebagai berikut.
kewajiban suami .
Maksudnya

adalah seorang suami berkewajiban mempergauli istrinya dengan baik,
tidak menyakitinya, dan tidak menunda-nunda memberi haknya padahal
mampu, serta berkewajiban menampakkan kegembiraan, keceriaan, dan
ketertarikan dalam hadapannya.
Landasan primer hak ini adalah firman Allah Subhanahu wata? ala:
??????????????????????????????
? Serta bergaullah dengan mereka secara patut.?[1]
Demikian pula, firman-Nya:
????????????????????????????????????????????????
? Dan para istri itu mempunyai hak yang seimbang melalui kewajiban mereka berdasarkan cara yang mother? ruf.?[2]
Nabi Shallallahu? alaihi wasallam bersabda,
?????????????????????????????????????????????????????????
? Orang
terbagus dari kalian adalah yang paling baugs kepada keluarganya, lalu aku
adalah jamaah terbaik di masa kalian dalam berbuat baik kepada
keluarga.?[3]
Perlakuan serta pergaulan yang benar adalah
istilah dalam universal yang jadi pangkal seluruh hak-istri yang lain.
Hak-hak istri yang maka akan kami sebutkan sesudahnya hanyalah bagian dari
perlakuan dan pergaulan yang baik terkait. Kami menyebutkannya selakuala, menurut,
terpisah di ini agar lebih diperhatikan. Di antara pergaulan yang baik
ini adalah sebagai beserta.
second . Mendapat Nafkah Dengan Cara Yang Moving average? ruf.
Maksud
nafkah di sini adalah apa saja yang dinafkahkan oleh suami untuk istri
serta anak-anaknya, berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan
sebagainya. Adalah suami wajib menafkahi istrinya berdasarkan
al-Qur? an, as-Sunnah, ijma?, dan logika.[4]
Dasarnya Dari Al-Qur? an, Antara Lain:
1. hak dan kewajiban suami istri ? ala:
?????????
????????????????????????????????????????????????????????????
??????????????????????????????????????????????????????????????
? Hendaklah
orang yang kelapangan harta memberi nafkah menurut
kemampuannya. Serta orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Jahve kepadanya. Allah tidak memikulkan
beban kepada seseorang melainkan sekadar yang Allah berikan
kepadanya.?[5]
second . Firman Allah Subhanahu wata? ala:
????????????????????????????????????????????????????????????????
? Serta kewajiban ayah menyediakan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma? ruf.?[1]
Ibnu
Katsir rahimahullahu berkata,? Artinya, wajib bagi ayah cuando anak untuk
menyediakan nafkah dan pakaian kepada ibu cuando anak dengan cara yang ma? prestige,
sebagaimana yang lumrah berlaku di kalangan mereka, tanpa bersikap
berlebih-lebihan maupun menyepelekan, sesuai dengan kemampuannya saat
memiliki harta yang banyak, selagi, atau pun minim.?
Dasarnya Dari as-Sunnah:
Hadits
Jabir radhiallahu? anhu mengenai acara susunan acara cara haji Nabi Shallallahu
? alaihi wasallam. Di dalamnya dituturkan bahwa Nabi Shallallahu? alaihi
wasallam bersabda,
???????????????????????????
???????????????????????????????????????????????????????????????
????????????????????????????????????????????????????????????????
????????????????????????????????????????
? Bertakwalah
kalian dalam masalah perempuan. Sebab, mereka itu ibarat tawanan di
sisi kalian. Kalian menempuh mereka dengan amanah dari Allah. Kalian
halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Jahve. Oleh karena itu, mereka
memiliki hak atas kalian tuk mendapat nafkah dan pakaian \
dalam ma? ruf.?[2]
3. Hadits Mu? awiyah al-Qusyairi
radhiallahu? anhu, dia berkata,? Aku berkata kepada Rasulullah
Shallallahu? alaihi wasallam,? Wahai Rasulullah, apa hak istri atas
suaminya?? Beliau Shallallahu? alaihi wasallam menjawab,
???????????
????????????????????????????????????????????????????????
????????????????????????????????????????????????????????
? Anda
memberinya makan jika kamu makan, kamu memberinya pakaian jika anda
berpakaian, kamu gak usah memukul wajahnya, jangan mencaci makinya, dan
jangan meninggalkannya kecuali di dalam rumah.?[3]
4.
Hadits Aisyah radhiallahu? anha bahwa Hindun binti? Utbah
radhiallahu? anha berkata,? Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan
laki-laki yang pelit. Dia tidak menyediakan nafkah kepadaku lalu anakku
kecuali kalau aku mengambilnya sendiri tanpa sepengetahuannya.?
Rasulullah Shallallahu? alaihi wasallam pun bersabda,
?????????????????????????????????????????
? Ambillah dari hartanya sekadar apa yang mencukupi dirimu dan anakmu.?[4]
Beralaskan
ijma?, maka banyak ulama yang menyebutkan kesepakatan mereka atas
wajibnya suami --jika rato telah balig-- memberi nafkah kepada istrinya,
kecuali istri dalam melakukan nusyuz.
Berdasarkan
Logika, adalah mengingatkan bahwa seorang istri terikat dengan suaminya
sehingga dia bukan bisa beraktifitas kemudian bekerja untuk mendapatkan harta
bagi dirinya sendiri karena diharuskan fokus melaksanakan kewajibannya kepada
suami, lalu adalah logis bila suami berkewajiban menyediakan nafkah kepada
pasangan hidup.
Faktor Penyebab Suami Wajib Memberi Nafkah
Ulama
Hanabilah berpendapat bahwa faktor dalam menyebabkan suami wajib memberi
nafkah pada istri adalah dikarenakan istri terikat oleh suami. Sedangkan
jumhur ulama berpendapat bahwa sebabnya adalah karena statusnya sebagai
adalah istri.[1]
Syarat-Syarat Wajib Memberi Nafkah
Jumhur
ulama sudah menentukan sejumlah syarat agar kewajiban memberi nafkah
berlaku di diri suami, benar sebelum terjadinya persetubuhan dengan
istri ataupun sesudahnya.[2]
Syarat-Syarat Wajib Nafkah Sebelum Terjadi Persetubuhan
1.
Hendaknya istri menyediakan suami kesempatan bagi bersetubuh
dengannya, adalah setelah terjadi akad nikah, istri memengaruhi suami untuk
bersetubuh dengannya. Jika pasangan hidup tidak melakukan situasi itu atau justru
menolaknya tanpa tanda yang dibenarkan, hingga suami tidak berkewajiban
memberinya nafkah.
2. Hendaknya istri mampu
berhubungan seksual, yaitu hendaknya dia tidak merupakan anak kecil, ataupun ada
sesuatu dalam dirinya yang membuatnya tidak bisa berhubungan seksual.
3.
Bakalnya pernikahan mereka adalah pernikahan yang entdeckte. Jika
pernikahan mereka pernikahan yang fasid (rusak), maka suami tidak
berkewajiban memberi nafkah kepada istri, dan tidak tampaknya pula
menganggap istri telah terikat dengan suami karena oleh rusaknya
pernikahan tersebut tamkin istri (kesempatan yang diberikan pasangan hidup kepada
suami bagi bersetubuh dengannya) menjadi tidak sah, dan suami tidak
berwenang mendapatkan apa yang menjadi imbalan dari tamkin tersebut menurut
kesepakatan ulama.
Syarat-Syarat Wajib Nafkah Sesudah Terjadi Persetubuhan
1 .
Hendaknya suami mempunyai kelapangan harta. Jika suami tidak memiliki
banyak harta hingga tidak mampu menyediakan nafkah, maka gak ada
kewajiban baginya memberi nafkah semasa belum punya harta. Ini
berdasarkan firman Allah Subhanahu wata? ala:
?????????
????????????????????????????????????????????????????????????
??????????????????????????????????????????????????????????????
?
? Hendaklah jamaah yang memiliki kelapangan harta
memberi nafkah menurut kemampuannya. Serta orang yang disempitkan
rezekinya hendaklah memberikan nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan
sekadar dalam Allah berikan kepadanya.?[3]
2.
Hendaknya istri terikat dengan suami (bukan pasangan hidup yang berbuat nusyuz).
Jika istri tidak mau menaati suami, maka tidak nyata nafkah untuknya.
Catatan tambahan: Apakah Pasangan hidup Yang Bekerja / Berkarir Berhak Mendapatkan Nafkah?
Jika
pasangan hidup bekerja di luar rumah, dengan pekerjaan yang mubah, atas
persetujuan dan kerelaan suami, maka rato berhak mendapat nafkah dikarenakan
keterikatan pasangan hidup kepada suami ialah hak suami kemudian suami berhak
melepaskan hak tersebut.
Kebalikannya, jika istri tentu
memilih keluar dalam rumah untuk bekerja padahal suami tidak rela kemudian
melarangnya pergi dari rumah, maka haknya untuk mendapat nafkah gugur karena
keterikatannya (pengabdiannya) kepada suami tidak sempurna.[1]
Kadar Nafkah dalam Wajib
Landasan utama dalam masalah terkait adalah firman Jahve Subhanahu wata? ala:
???????????????????????????????
? Hendaklah orang yg memiliki kelapangan harta memberi nafkah berdasarkan kemampuannya.?[2]
Lalu firmannya:
?????????????????????????????????????????????????
? Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang dalam miskin menurut kemampuannya (pula).?[3]
Dan sabda Nabi Shallallahu? alaihi wasallam pada Hindun:
?????????????????????????????????????????
? Ambillah yang hartanya sekadar berkaitan yang mencukupi dirimu dan anakmu.?[4]
Dengan demikian, yang jadi ukuran ialah:
1. Pemberian dalam memadai bagi istri dan anak. Di sini. tentunya berbeda-beda beralaskan perbedaan kondisi, area, dan waktu.
only two. Kemampuan dan kelapangan suami.
Pra
ahli fiqih rahimahumullah telah membahas secara panjang lebar tentang
penentuan kadar yang wajib dalam nafkah, lalu mereka merinci perkara itu
dengan pendapat-pendapat yang menurut kami dibangun dengan mengacu pada
kebiasaan yg berlaku pada vulgo mereka.[5]
Demikian
pula halnya, mereka bersilang pendapat di dalam masalah nafkah: apa yang
jadi ukuran dalam masalah itu kondisi suami, kondisi istri atau kondisi
keduanya? Pendapat yg shahih yang didukung oleh dalil-dalil al-Qur? an
yang sudah disebutkan di atas adalah pendapat yang menyatakan bahwa
ukuran di menentukan status lapang atau sempit harta adalah hal
suami. Dan ini ialah pendapat Malikiyah lalu Syafi? iyah.[1]
Apakah Suami Berkewajiban Menanggung Biaya Pengobatan dan Perawatan Istri?
Imam
yang Empat berpendapat bahwa suami tidak berkewajiban menanggung biaya
pengobatan lalu perawatan istri![2] Hanya juga, tampaknya dasar yang
pendapat tersebut merupakan karena pengobatan di masa lalu tidak merupakan termasuk
kebutuhan 1er dan tidak banyak dibutuhkan.? Adapun zaman sekarang,
kebutuhan kepada pengobatan sudah contohnya kebutuhan kepada makanan,
bahkan lebih penting. Sebab, orang dalam sakit biasanya jadi lebih
mengutamakan pengobatan penyakitnya (kesehatan) dari apapun juga.
Bagaimana mungkin orang dalam sakit bisa menikmati makanannya sementara
vida terus-menerus mengeluh serta merasakan kesakitan sebab penyakit yg
menderanya bahkan mengancam nyawanya?
Oleh karena itu,
kami memandang adalah suami tetap berkewajiban menanggung biaya
pengobatan istrinya sebagaimana biaya-biaya penting tak terpikir sebagainya
dan selayak wajibnya seorang ayah menanggung biaya pengobatan
anaknya menurut kesepakatan para ulama. Bagaimana mungkin dikatakan
termasuk pergaulan yang benar jika suami menikmati istrinya saat sehat
tetapi mengembalikannya kepada keluarganya untuk diobati saat sakit!?[3]
3. Memberi Pakaian \ Yang Moving average? ruf.
Para
ulama telah berijma? bahwa suami berkewajiban menyediakan pakaian kepada
pasangan hidup jika istri sudah mengabdikan dirinya kepada suami dengan cara yang
diwajibkan kepadanya. Hal ini beralaskan firman Allah Subhanahu
wata? ala:
????????????????????????????????????????????????????????????????
? Serta kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara mother? ruf.?[4]
Serta berdasarkan sabda Nabi Shallallahu? alaihi wasallam dalam hadits Jabir yang lalu:
???????????????????????????????????????????????????????????
? Mereka (para istri) memiliki hak atas kalian untuk mendapat nafkah dan pakaian dengan cara yang ma? ruf.?[5]
Alasan
lainnya adalah karena pakaian terus-menerus dibutuhkan, hingga suami pun
tentu harus memberikannya selayak halnya nafkah.
Lalu,
para ulama ini juga berijma? bahwa pakaian yang dikasih mestilah
memenuhi kebutuhan istri di dimana kebutuhan tersebut berbeda-beda
berdasarkan perbedaan panjang-pendek dan gemuk-kurusnya tubuh istri, dan
berdasarkan perbedaan iklim negeri di mana istri menetap dalam hal
panas dan dinginnya.[1]
Catatan tambahan: Jika Seorang
Suami Memberi Pakaian Pada Istrinya, Lalu Mentalaknya, Atau Dia Atau
Istri Meninggal Sebelum Pakaian Itu Rusak, Maka Bolehkah Suami
Memintanya Kembali?
Bila istri menerima nafkah yang
wajib dikasih suami kepadanya, lain suami mentalaknya, ataupun suami
meninggal, / dia sendiri wapat, maka suami / ahli warisnya
gak boleh meminta kembali nafkah tersebut menurut pendapat yang amet
shahih dari dua pendapat di kalangan ulama. Ini merupakan pendapat
Hanafiyah dan Malikiyah, serta yg paling shahih dalam kalangan Syafi? iyah
dan salah satu pendapat di kalangan Hanabilah.[2]
Alasannya
karena suami menyediakan pakaian itu tuk memenuhi kewajibannya kepada
istri, dan momento menyerahkan pakaian tersebut kepada istri setelah kewajiban
memberi pakaian itu berlaku di dalam dirinya. Karena tersebut, suami tidak
memiliki hak untuk memintanya kembali.
Selain itu,
pakaian adalah sarana sehingga menyerupai hibah, dan hibah tak boleh
diminta kembali setelah kematian pemberi atau penerima hibah.
4. Memberi Area Tinggal Dengan Panduan Yang Ma? prestige.
Ini adalah peranan suami kepada istri menurut kesepakatan ulama. Alasannya:
a.
Karena Allah Subhanahu wata? ala telah memberikan kepada istri yg
tertalak raj? ihak untuk mendapat area tinggal dari suaminya, maka
kewajiban memberikan tempat tinggal pada istri yang masih terikat
pernikahan tentulah jauh lebih primer.
Allah Subhanahu wata? ala berfirman,
??????????????????????????????????????????????
? Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kalian bertempat tinggal menurut kemampuan kalian.?[3]
b. Karena Allah Subhanahu wata? ala telah mewajibkan suami dan istri buat saling bergaul melalui baik lewat firman-Nya:
??????????????????????????????
? Dan bergaullah oleh mereka secara patut.?[4]
Di
antara bentuk pergaulan secara patut yang diperintahkan oleh Allah
Subhanahu wata? ala merupakan menempatkan istri pada tempat tinggal yang aman
bagi istri dan hartanya.
d. Karena istri
membutuhkan tempat tinggal untuk membiayai dirinya dari pandangan jamaah
lain, serta sebagai tempat bersenang-senang dan tempat mengsave hartanya,
maka tempat tinggal menjadi hak istri atas suaminya.[1]
Kriteria Tempat Tinggal Yang Syar? i
Ukuran
tuk tempat tinggal yg syar? i tuk istri adalah kondisi keuangan
suami kemudian kondisi istri, selaku kias kepada nafkah dengan pertimbangan
yakni rumah dan nafkah adalah dua hak istri yang jadi
konsekuensi dari akad nikah.
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wata? ala:
??????????????????????????????????????????????
? Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kalian bertempat tinggal menurut kemampuan kalian.?
Dan firman-Nya:
?????????
????????????????????????????????????????????????????????????
??????????????????????????????????????????????????????????????
? Hendaklah
orang yang punya kelapangan harta memberi nafkah berdasarkan
kemampuannya. Dan orang yg disempitkan rezekinya hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan
beban kepada seseorang melainkan sekadar yang Allah berikan
kepadanya.?[2]
Karena nafkah yang wajib adalah yang
pantas dengan kadar hal keuangan pemberi nafkah dalam hal banyak,
sedang, dan sedikitnya harta yang dia miliki, maka demikian pula halnya
dgn tempat tinggal. Di sini. adalah pendapat jumhur ulama.
Sedangkan
Syafi? iyah berpendapat yakni patokan dalam perkara tempat tinggal yang
syar? i merupakan kondisi istri aja, terlepas dari perbedaan pendapat di
kalangan mereka tentang nafkah.
Mereka berargumen bahwa
karena istri diharuskan untuk selalu tentu tinggal di dalam rumah, maka
tak mungkin istri menggantinya. Jika kondisi istri tidak jadi
perkiraan, maka itu akan membahayakan dirinya, sementara bahaya
terlarang pada syari? at. Adapun nafkah, maka pasangan hidup masih mungkin
menggantinya.[3]
Penulis berkata: Pendapat jumhur ulama lebih utama untuk diterima berdasarkan ayat-ayat di atas. Wallahu a new? lam.
Beberapa Catatan tambahan:
1.
Menempatkan Istri Bersama Family Suami Dalam 1 Tempat
Tinggal.[4]Maksud keluarga suami di sini ialah kedua orang tua suami
dan anak-anaknya dari istri dalam lain.
Jumhur ulama
dari kalangan Hanafiyah, Syafi? iyah, dan Hanabilah berpendapat bukan
boleh menempatkan kedua orang tua --atau kerabat suami yang lain-- serta
pasangan hidup dalam satu tempat tinggal yang sama. Istri berhak menolak untuk
tinggal pada tempat tinggal yang sama dengan orang tua suami, kecuali kalau
dia sendiri yang menghendakinya. Sebab, rumah termasuk pada
antara hak-hak pasangan hidup. Suami tidak berhak menempatkan orang lain berbareng
istri pada dalamnya. Di samping itu, menempatkan mereka bersama istri sanggup
membuat istri merasa kesusahan.
Adapun ulama
Malikiyah, mereka membedakan antara istri yang berasal dari family
terpandang (syarifah) dgn yang berasal dri keluarga biasa
(wadhi? ah). Mereka melarang menyatukan istri untuk keluarga terpandang
oleh kedua orang tua dalam satu area tinggal, dan membolehkannya
untuk istri dari keluarga biasa semasa tidak membuat sulit si istri.
Adapun
menempatkan istri dalam satu tempat tinggal bersama anak-anak tirinya,
lalu jika anak-anak tersebut telah besar lalu telah paham arti
persetubuhan, maka ulama sepakat tidak membolehkannya karena dapat
mengakibatkan kesusahan bagi istri, kecuali jika pasangan hidup membolehkannya
karena kawasan tinggal adalah haknya dan dia boleh melepaskan hak
tersebut.
Sedangkan jika cuando anak masih tipis dan belum
paham arti persetubuhan, jadi boleh menempatkannya bersama-sam istri. Dia
bukan berhak menolak bagi tinggal bersama buah hati tirinya tersebut.
installment payments on your Keluarga Istri Ikut Tinggal Bersama Suami.[1]
Istri
tidak berhak mengajak seorang pun dari mahramnya untuk tinggal
bersamanya di rumah suaminya. Suami berhak melarang istri melakukan hal
itu. Lain halnya jika suami rela, maka tidak kenda;la.
Adapun
anak bawaan istri dari bekas suaminya, maka menurut jumhur ulama, istri
tidak boleh mengajaknya tinggal bersama dengan tidak kerelaan suami. Ulama
Malikiyah membatasi pantangan tersebut dengan peraturan jika saat
menikah, suami mengetahui kehadiran anak tersebut. Andai suami
mengetahuinya, sementara si anak gak ada yang mengasuh, maka menurut
Malikiyah, suami tidak berhak melarang istri mengajaknya tinggal
bersama.
3 or more. Bolehkah Menempatkan Istri-Istri Dalam Satu Dalam rumah?
Para
ahli fiqih bersepakat bahwa suami tidak boleh menempatkan
istri-istrinya dalam satu rumah yang persis karena hal itu bukan termasuk
ukuran pergaulan yang baugs dan bisa memicu permusuhan yang dilarang oleh
syariat. Bahkan, persetubuhan suami dgn istri yang lain dapat
saja terdengar atau terlihat akibat istri-istrinya yang yang lain sehingga dapat
mengundang rasa permusuhan dan kecemburuan di antara istri-istri
tersebut. Maka akan tetapi, menurut jumhur ulama, karena larangan menempatkan
dua pasangan hidup (atau lebih) pada satu rumah itu merupakan murni hak mereka,
maka bisa saja larangan itu tidak berlaku bila keduanya rela.[2]
Penulis
berkata: Di asalnya, yang semestinya dilakukan adalah mengasihkan
rumah kepada masing-masing istri sebagaimana yg dilakukan oleh
Rasulullah Shallallahu? alaihi wasallam. Allah Subhanahu wata? ala
berfirman,
????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????
? Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kalian diizinkan.?[1]
Dalam
ayat ini, Allah Subhanahu wata? ala menyebut buyut (rumah-rumah) kemudian
bukanbait (satu rumah). Akan tetapi, andai para istri ini rela
ditempatkan pada satu rumah, hingga suami boleh mengerjakannya karena itu
merupakan hak para pasangan hidup dan mereka boleh mengabaikannya. Wallahu some sort of? lam.[2]
Catatan
Penting: Insya Kristus, akan datang nanti penjelasan lebih lanjut
mengenai nafkah serta rumah dalam bab-bab tentang masa? iddah
istri yang tertalak.
4. Bersikap Lembut Kepada Istri, Mencandainya, Dan Memaklumi Usia Mudanya.
Para
suami telah memiliki teladan dalam hal di sini. pada diri Rasulullah
Shallallahu? alaihi wasallam. Dari Aisyah radhiallahu? anha, dia
berkata,? Orang-orang Habasyah sempat berlatih (dengan tombak-tombak
kecil mereka). Setelah itu Rasulullah Shallallahu? alaihi wasallam menutupiku,
sementara aku menonton mereka. Aku terus menonton mereka hingga beta
sendiri yang berpaling (karena bosan). Jadi, kalian harusnya bisa
memaklumi gadis ingusan masih belia yg masih senang \.?[3]
Begitu
pula, dengan kisah beliau Shallallahu? alaihi wasallam mengajak Aisyah
radhiallahu? anha berlomba lari. Beliau berkata kepadanya,? Ayo kita
berlomba.? Ternyata Aisyah bisa mengalahkan beliau. Lalu beliau
kembali mengajak Aisyah berlomba sesudah tubuhnya mulai gemuk. Beliau
pun mengalahkannya lalu tertawa seraya berkata,? Kemenanganku saat ini
untuk menebus kekalahanku dahulu.?[4]
Aisyah
radhiallahu? anha juga berkata,? Dulu aku biasa \ boneka [dari
kain katun] di dekat Nabi Shallallahu? alaihi wasallam. Aku punya
teman-teman perempuan yang ikut main bersamaku. Andai Rasulullah
Shallallahu? alaihi wasallam masuk, mereka biasanya langsung bersembunyi
(di balik tirai) dari beliau. Maka Rasulullah Shallallahu? alaihi
wasallam memanggil mereka untuk bergabung serta bermain bersamaku.?[5]
Kelembutan seperti berkaitan lagi yang bisa mengalahkan kelembutan beliau kepada istrin